PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Paradigma baru dalam suatu sistem ekonomi akhir-akhir ini sering
dibicarakan oleh kalangan ekonom, baik dari akademisi maupun praktisi.
Munculnya suatu konsep yang dianggap baru belum dapat diterima oleh
masyarakat, karena belum adanya pemahaman terhadap konsep yang ditawarkan
tersebut. Salah satu konsep yang sering dibicarakan saat ini adalah konsep
mengenai Perbankan Syariah. Konsep ini menerapkan prinsip-prinsip syariah Islam
ke dalam transaksi Perbankan. Prinsip utama yang diterapkan adalah transaksi
keuangan, yang berupa penyimpanan maupun penyaluran dana yang tidak
dikenakan bunga (interest free banking). (Khairunnisa, 2000).
Percobaan pertama didirikannya bank Islam lokal di daerah pedesaan di
Pakistan, dimana tidak membebankan bunga pada pinjamannya. Kemudian diikuti
oleh Malaysia, India, Mesir, dan Iran. (Khairunnisa, 2000).
Pertumbuhan bank-bank Islam di Indonesia dipelopori oleh BMI pada tahun
1992, yang kemudian disusul oleh lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya,
seperti BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) dan BMT (Baitul maal wat-
Tamwil). Perbankan syariah ini muncul sebagai akibat dorongan dari adanya
kesadaran masyarakat Indonesia akan bahaya riba dan kelemahan dari sistem bunga
yang selama ini dianut oleh bank-bank konvensional.
2
Perbankan dari sekian jenis lembaga keuangan, merupakan sektor yang
paling besar pengaruhnya dalam aktifitas perekonomian masyarakat modern.
Secara umum tujuan utama bank syariah adalah mendorong dan mempercepat
kemajuan ekonomi suatu masyarakat dan melakukan kegiatan perbankan
(financial), komersial dan investasi sesuai dengan prinsip Islam (Priatin, 2005).
Pemberlakuan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang juga diikuti dengan
diberlakukannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK (Surat
Keputusan) Direksi Bank Indonesia / Peraturan Bank Indonesia telah memberikan
landasan hukum yang kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan
Perbankan syariah di Indonesia. Perundang-undangan tersebut memberi
kesempatan yang lebih luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah
antara lain melalui izin pembukaan kantor cabang syariah oleh bank umum
konvensional. Selain itu Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia juga menugaskan Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat
peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank
syariah.
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip agama Islam (UU
No.10/1998). Bank syariah ini salah satunya dicirikan dengan sistem bagi hasil
(non bunga) untuk pembagian keuntungannya. Besarnya bagi hasil (Profit Sharing)
3
ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini
belum tentu sama tiap bulannya.
Peneliti memilih BPR Syariah sebagai studi kasus dalam penelitian ini
karena produk-produk yang ditawarkan oleh BPR Syariah sangat potensial untuk
diminati oleh sebagian masyarakat, terutama masyarakat menengah kebawah.
Karena untuk memenuhi kebutuhan kredit kepada petani, nelayan, pengusaha dan
pedagang kecil, tentunya harus memenuhi kriteria mudah, tepat waktu, dan tepat
jumlahnya. Kriteria-kriteria ini dalam banyak hal juga dimiliki oleh BPRS sehingga
secara tidak langsung ia memiliki keunggulan komparatif apabila dibandingkan
dengan jenis Perbankan lain (konvensional). (Muhammad, 2002).
Kredit perlu murah dalam arti bagi hasil dan biaya-biaya lainnya harus
dapat dijangkau oleh rakyat kecil. Kesulitan utama, diantara kesulitan lain, dari
usaha kecil adalah modal. Oleh karena itu, perolehan modal yang mudah
merupakan keinginan dari pengusaha kecil.
Perusahaan yang menjadi tempat penelitian adalah BPR Syariah Bangun
Drajat Warga yang beralamat di jalan Gedong kuning Selatan No. 131 Yogyakarta.
PT BPRS BDW ini adalah salah satu dari dua BPRS yang ada di Yogyakarta.
Peneliti memilih perusahaan ini sebagai objek penelitian karena BPRS BDW
adalah BPRS tertua di Yogyakarta yang beberapa bulan kemudian disusul dengan
berdirinya PT BPRS Margi Rizky Bahagia. Selain itu juga BPRS BDW adalah
satu-satunya BPRS yang sudah memiliki gedung sendiri, serta satu-satunya tempat
4
yang menjadi barometer / tempat informasi bagi bank syariah yang hendak masuk
ke Yogyakarta.
Sebagai lembaga perbankan, BPRS BDW menjalankan fungsinya sebagai
financial intermediary / lembaga perantara dari dua pihak, yakni pihak kelebihan
dana dan pihak yang membutuhkan dana (fungsi spesifik financial intermediary:
agent of trust, agent of development, and agent of success). Berkaitan dengan
fungsi bank, BPRS BDW bergerak di bidang jasa pelayanan untuk memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. (Priatin,
2005).
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan
landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah,
prinsip ini berdasarkan pada kaidah al mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank
syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan
pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana), sementara penabung bertindak sebagai shahibul maal
(pemilik dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan
pembagian keuntungan masing-masing pihak. (Ghafur, 2003)
Tingkat bunga merupakan salah satu pertimbangan utama seseorang dalam
memutuskan untuk menabung. Tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga.
Tingkat bunga yang tinggi akan mendorong seseorang untuk menabung dan
mengorbankan konsumsi sekarang untuk dimanfaatkan di masa yang akan datang.
Tingginya minat masyarakat untuk menabung dipengaruhi oleh tingkat bunga. Hal
5
ini berarti bahwa pada saat tingkat bunga tinggi, masyarakat lebih tertarik
mengorbankan konsumsi sekarang guna menambah tabungannya. Hubungan positif
antara tingkat bunga dengan tingkat tabungan ini menunjukkan bahwa umumnya
para penabung bermotif pada keuntungan atau profit motive. (Khairunnisa, 2000 ;
140).
Konsep ini berbeda dengan sistem perbankan syariah yang menggunakan
sistem bagi hasil atas penggunaan dana oleh pihak peminjam (baik oleh pihak
nasabah maupun bank). Pinjaman produktif yang disalurkan nantinya akan
memberikan bagian bagi pemberi pinjaman, sebesar nisbah bagi hasil yang
disepakati di awal transaksi. Sedangkan besarnya nominal yang diterima tentunya
menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang di dapat oleh peminjam itu
sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah, jika hasil usaha peminjam
menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan
sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus
ikut pula menanggung kerugian tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa salah satu
perbedaan antara perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah adanya
suku bunga di perbankan konvensional dan nisbah bagi hasil pada perbankan
syariah. Bisa dikatakan, bagi hasil dalam perbankan syariah merupakan pengganti
suku bunga dalam perbankan konvensional.
6
Penelitian ini menggunakan variabel yang terdiri dari:
a) Total Simpanan Mudharabah (SM)
Total simpanan mudharabah (tabungan dan deposito) adalah data yang
bersumber dari laporan keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah BDW.
Data ini diperoleh dengan cara menjumlahkan keseluruhan dana dalam
bentuk tabungan dan deposito yang berjangka 3 bulan dan dalam satuan
rupiah.. Data ini bersumber dari laporan keuangan BPR Syariah Bangun
Drajat Warga.
b) Tingkat Bagi Hasil (TBH)
Variabel tingkat bagi hasil adalah data yang diperoleh dengan cara membagi
besarnya total bagi hasil simpanan mudharabah yang diterima nasabah
dengan total simpanan mudharabah (deposito dan tabungan) dan data ini
berupa data dalam bentuk persen. Data ini bersumber dari laporan keuangan
BPR Syariah Bangun Drajat Warga.
c) Tingkat Suku Bunga (TSB)
Variabel tingkat suku bunga adalah data yang bersumber dari statistik
keuangan ekonomi berupa suku bunga deposito 3 bulan dari bank
konvensional. Data ini berupa data dalam bentuk persen.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun
waktu (time series) kuartalan, yaitu dari kuartal I tahun 2002 – kuartal IV tahun
2005, diperoleh dari berbagai sumber seperti laporan keuangan Bank Perkreditan
7
Rakyat Syariah BDW, statistik ekonomi keuangan Indonesia, dan sumber-sumber
lain yang mendukung.
Berdasarkan uraian di atas, melalui tulisan ini penulis ingin menganalisa
mengenai “Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Dan Suku Bunga Terhadap
Simpanan Mudharabah ( Studi Kasus BPRS Bangun Drajat Warga
Yogyakarta) Periode Tahun 2002 – Tahun 2005”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apakah tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap volume simpanan
mudharabah di BPR Syariah BDW?
2. Apakah tingkat suku bunga bank konvensional sebagai pembanding nisbah
bagi hasil berpengaruh terhadap volume simpanan mudharabah di BPR
Syariah BDW?
3. Apakah tingkat suku bunga bank konvensional dan tingkat bagi hasil secara
bersama-sama berpengaruh terhadap volume simpanan mudharabah di BPR
Syariah BDW?
4. Apakah ada keterkaitan atau hubungan sebab akibat antara tingkat bagi hasil
dengan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar?
8
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adanya tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap volume simpanan
mudharabah.
2. Mengetahui tingkat suku bunga bank konvensional berpengaruh terhadap
volume simpanan mudharabah.
3. Mengetahui tingkat suku bunga bank konvensional dan tingkat bagi hasil
secara bersama-sama berpengaruh terhadap volume simpanan mudharabah.
4. Mengetahui ada keterkaitan atau hubungan sebab akibat antara tingkat bagi
hasil dengan tingkat suku bunga yang berlaku di pasar.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan bisa diperoleh dari penelitian ini antara
lain:
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman pada penulis tentang perbankan
syariah khususnya pengaruh bagi hasil dan suku bunga terhadap simpanan
di BPR Syariah.
2. Memberikan masukan berupa informasi dan mungkin juga saran kepada
pihak-pihak yang berkompeten dalam perbankan syariah khususnya pihak
BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta.
9
3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesikan jenjang S1 Fakultas Ekonomi
di Universitas Islam Indonesia.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 7 bab, yaitu:
BAB I. PENDAHULUAN
Pendahuluan, berisi uraian mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II. TINJAUAN UMUM SUBYEK PENELITIAN
Tinjauan umum subyek penelitian merupakan
uraian/deskripsi/gambaran secara umum atas subyek penelitian.
BAB III. KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari
peneliti-peneliti yang pernah dilakukan pada area yang sama.
BAB IV. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Menerangkan mengenai teori yang digunakan untuk mendekati
permasalahan yang akan diteliti, dan memuat jawaban sementara atas
rumusan masalah.
BAB V. METODE PENELITIAN
Metode penelitian, berisi tentang metode analisis yang digunakan
dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta sumber data.
10
BAB VI. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis dan pembahasan, berisi semua temuan-temuan yang
dihasilkan dalam penelitian dan analisis statistik.
BAB VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Simpulan berisi tentang simpulan-simpulan yang langsung
diturunkan dari seksi diskusi dan analisis yang dilakukan pada bagian
sebelumnya. Sedangkan implikasi muncul sebagai jawaban atas rumusan
masalah, sehingga dari sini dapat ditarik benang merah apa implikasi
teoritis penelitian ini.
Windi Dewanto Pitriana
Jumat, 03 April 2015
Senin, 30 Maret 2015
ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SYARIAH DI PT BPRS PNM MENTARI GARUT”.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Agama
Islam turun sebagai pedoman hidup manusia. Di samping mempunyai ajaran dan
aturan tentang pola hubungan manusia sebagai hamba dengan Allah Swt., juga
mempunyai pola hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Pola hubungan
antara manusia dengan Tuhannya diatur dalam ibadah dan aqidah, sedangkan pola
hubungan antar sesama manusia diatur dalam sistem hukum muamalah. Ibadah
diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan
khaliqnya. Sedangkan muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau
aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Dalam Islam, manusia diwajibkan
untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Islam juga memberikan alternatif kerjasama dengan ketentuan bagi hasil yang
sangat adil baik bagi pemilik modal maupun pelaksana. Kerjasama merupakan
karakter yang penting dalam sistem ekonomi Islam. Nilai kerjasama ekonomi ini
harus dapat dicerminkan dalam semua tingkatan kegiatan ekonomi, produksi,
distribusi barang maupun jasa sehingga mampu menciptakan kerja produktif,
meningkatkan kesejahteraan, mencegah penindasan, dan melindungi kepentingan
ekonomi.
Dalam
buku “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”, Heri Sudarsono menguraikan mengenai
realita transaksi dalam kegiatan ekonomi yang tidak sejalah dengan nilai-nilai
Islam sebagai berikut :
Dominasi transaksi ribawi atau sistem yang bertentangan dengan ajaran
Islam dalam perekonomian telah berdampak pada fluktuasinya tingkat inflasi dan
berpotensi sebagai alat ekploitasi manusia, mengarah pada ketidakadilan
distribusi dan marjinalisasi kebenaran. Riba merupakan sistem tambahan nilai
yang diperoleh dengan tanpa resiko dan bukan merupakan hadiah atau konpensasi
kerja. Oleh karena itu riba dimungkinkan terjadi pada transaksi perdagangan
ataupun keuangan. (Heri Sudarsono, 2003 : 1).
Indonesia
yang penduduknya merupakan umat beragama dan mayoritas memeluk agama Islam,
sudah tentu tidak akan melakukan kegiatan ekonomi yang tidak sesuai dengan
ajarannya. Indonesia merupakan suatu negara di dunia yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, telah merindukan kaidah ekonomi Islam yang akhir-akhir ini
telah dijalankan. Umat Islam di Indonesia sudah cukup lama menginginkan sistem
perekonomian yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip syari’ah untuk diterapkan
dalam kegiatan ekonomi. Di samping itu, alasan yang lainnya adalah karena
ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang
dan memaksimalkan kesejahteraan manusia.
Seiring
dengan kebutuhan tersebut, upaya Pemerintah mendorong pengembangan Bank Syariah
dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim di Indonesia
pada saat ini sangat menantikan suatu sistem perbankan syariah yang sehat dan
terpercaya, untuk mengakomodasikan
kebutuhan mereka terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip
syariah.
Pengembangan
perbankan syariah juga ditujukan untuk meningkatkan mobilisasi dana masyarakat
yang selama ini belum terlayani oleh sistem perbankan konvensional. Selain itu,
sejalan dengan upaya-upaya restukturisasi perbankan, pengembangan Bank Syariah
merupakan suatu alternatif sistem pelayanan jasa bank dengan berbagai kelebihan
yang dimilikinya.
Sistem
keuangan Islam yang bebas dari prinsip ribawi atau bunga diharapkan mampu
menjadi alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan
prinsip bunga ini memiliki dampak makro yang cukup signifikan, seperti laju
pertumbuhan dunia usaha yang sehat dan rentan terhadap krisis moneter. Dan
bukan hanya prinsip investasi langsung saja yang harus bebas dari bunga, namun
prinsip investasi tidak langsung juga harus bebas dari bunga. Perbankan,
sebagai lembaga keuangan utama dalam sistem keuangan dewasa ini tidak hanya
berperan sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary),
namun juga sebagai industri keuangan (financial industry) dan instrument
kebijakan moneter yang utama.
Perbankan
Islam merupakan fenomena baru yang perkembangannya telah mengejutkan para
perbankan konvensional. Bahkan bank-bank besar dari negara-negara non muslim
telah pula memasuki pasar perbankan Islam dengan membuka Islamic Window.
Begitupun dengan Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah muslim, saat
ini telah sangat gencar membuka atau mendirikan bank syariah.
Upaya Pemerintah mendorong
pengembangan Bank Syariah, dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian
masyarakat muslim di Indonesia pada saat ini sangat menantikan suatu sistem
perbankan syariah yang sehat dan terpercaya, untuk mengakomodasikan kebutuhan mereka terhadap
layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Pengembangan
perbankan syariah juga ditujukan untuk meningkatkan mobilisasi dana masyarakat
yang selama ini belum terlayani oleh sistem perbankan konvensional. Selain itu,
sejalan dengan upaya-upaya restukturisasi perbankan, pengembangan Bank Syariah
merupakan suatu alternatif sistem pelayanan jasa bank dengan berbagai kelebihan
yang dimilikinya.
Berdasarkan
UU No.10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum boleh mendirikan Bank berdasarkan
prinsip syariah, yang berbunyi “Bank Umum adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”, (Undang-Undang Perbankan, 1998: 9).
Selama
tahun 2005 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah
mengalami peningkatan. Data Bank Indonesia menunjukkan hingga akhir tahun 2005
industri perbankan syariah terdiri dari 3 (tiga) Bank Umum Syariah, 19
(sembilan belas) Unit Usaha Syariah, dan 92 (sembilan puluh dua) Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Menurut
Undang-undang Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992, jenis perbankan selain Bank Umum
adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kemudian di dalam UU No.7 tahun 1992
tersebut disebutkan bahwa :”BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR”.
Dalam perkembangan selanjutnya, UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,
disebutkan bahwa :”BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah”. (Heri
Sudarsono, 2003 : 71).
PT
BPRS PNM Mentari Garut merupakan salah satu lembaga keuangan yang beroperasi
secara syariah dengan kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat yang
membutuhkan, dalam bentuk pembiayaan dan jasa. Dalam kinerjanya, PT BPRS PNM
Mentari Garut menggunakan berbagai cara untuk menarik minat para nasabahnya.
Selain memiliki dua buah produk yaitu produk simpanan dan investasi serta
produk pembiayaan, PT BPRS PNM Mentari Garut juga memiliki produk gadai (rahn)
yang beroperasi sejak bulan Desember 2005.
Sebagaimana
yang diatur di dalam Surat Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia tahun 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah Pasal 27 ayat 3
disebutkan bahwa :”BPRS dapat melakukan kegiatan usaha atau pembiayaan meliputi
gadai (rahn) dan qardh serta kegiatan lainnya yang lazim dilakukan
BPRS sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)”. (Sutan Remi
Sjahdaeni, 1999 : 169).
Ajaran
Islam mebolehkan dilakukannya transaksi gadai (rahn). Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah pada Q.S Al Baqarah ayat 283 :
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ
وَلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوْضَةٌ. فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ...
“Jika kamu dalam perjalanan, (dan bermuamalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan
amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah…”. (Depag RI, 2005
:71).
Dalam
aplikasi perbankan, rahn atau gadai pada prakteknya adalah menahan salah
satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn atau
gadai adalah semacam jaminan uang atau jaminan barang.
Praktek
gadai yang menggunakan sistem syariah relatif sangat baru dibandingkan dengan
sistem gadai yang digunakan oleh pegadaian konvensional yang usianya jauh lebih
lama, dan sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Gadai dalam Islam yang berlaku
di jamam awal berkembangnya Islam pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan
utang-piutang murni berfungsi sosial yang berlaku bagi perorangan. Berbeda
dengan jaman sekarang aktifitas gadai sudah berupa lembaga keuangan formal yang
berorientasi kepada keuntungan.
Fungsi
dari lembaga gadai saat ini, tidak lagi bersifat sosial akan tetapi bersifat
komersial sehingga berakibat pada perusahaan sistem operasionalnya. Artinya
dalam aktifitas lembaga tersebut harus memperoleh pendapatan untuk mengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan.
PT
BPRS PNM Mentari Garut sebagai lembaga keuangan bertujuan untuk memperoleh
keuntungan yang diperoleh dari kegiatan operasional yang salah satunya adalah
dengan produk gadai syariah. Akan tetapi, selain berorientasikan kepada
perolehan keuntungan, praktek gadai syariah pada PT BPRS PNM Mentari Garut juga
harus dapat membuktikan kepada masyarakat bahwa sistem yang digunakan terbebas
dari unsur riba, serta menjadi sebuah solusi positif dan aman bagi
masyarakat, khususnya umata Islam yang menjadikan praktek gadai sebagai
alternatif selain produk yang ditawarkan PT BPRS PNM Mentari Garut dalam
memperoleh kemudahan melakukan pinjaman.
Dalam
kegiatan memperoleh pendapatan tersebut, PT BPRS PNM Mentari Garut mengambil
keuntungan dari produk gadai dengan sistem operasional tertentu. Atas dasar
itu, penulis berminat melakukan penelitian, apakah sistem gadai yang digunakan
sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah atau belum sesuai. Berdasarkan
uraian di atas, penelitian ini dituangkan ke dalam judul :”ANALISIS TERHADAP
PELAKSANAAN GADAI SYARIAH DI PT BPRS PNM MENTARI GARUT”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan masalah di atas, maka masalah
yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana pelaksanaan gadai syariah pada PT BPRS PNM
Mentari Garut menurut perspektif bank ?
2.
Bagaimana pelaksanaan gadai syariah pada PT BPRS PNM
Mentari Garut menurut perspektif nasabah dan non-nasabah (masyarakat) ?
3.
Bagaimana analisis hukum Islam tentang pelaksanaan gadai syariah pada PT
BPRS PNM Mentari Garut ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis
melakukan penelitian pada PT BPRS PNM Mentari Garut adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan
gadai syariah pada PT BPRS PNM Mentari Garut menurut perspektif bank.
2.
Untuk mengetahui pelaksanaan gadai syariah
pada PT BPRS PNM Mentari Garut menurut perspektif nasabah dan non-nasabah
(masyarakat).
3.
Untuk mengetahui analisis ketentuan hukum Islam
mengenai aplikasi pelaksanaan
operasional gadai syariah pada PT BPRS PNM Mentari Garut.
D. Kerangka Pemikiran
Q.S
Al Baqarah ayat 283 :
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ
وَلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوْضَةٌ. فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ...
“Jika kamu dalam perjalanan, (dan bermuamalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan
amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah…”. (Depag RI, 2005 :71).
Ayat di atas mengisyaratkan
bahwa dalam suatu transaksi yang tidak dilakukan secara tunai atau adanya utang
piutang, maka dapat menggunakan suatu barang sebagai barang jaminan dari orang
yang berutang kepada kepada pihak yang mengutangkan. Berdasarkan keterangan
ayat tersebut, maka dalam ajaran Islam diperbolehkan adanya aplikasi pegadaian
dalam suatu transaksi jual beli yang dilakukan tidak secara tunai atau pada
masalah pinjam meminjam dan utang piutang.
Dalam satu hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Baqi Musnad Al
Mukatsirin bab Musnad Anas bin Malik ra., Hadits No.11.911
dari Anas bin Mali ra :
رَهَنَ رَسُوْلُ الله (ص) دِرْعًا لَهُ
بِالْمَدِيْنَةِ عِنْدَ يَهُوْدِيَّ وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيْرًا لأَهْلِهِ.
Rasulullah SAW
menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau
mengutang gandum dari seorang Yahudi. (Ahmad bin Hanbal VI, 1327 H : 394).
Dari hadis di atas dapat
dipahami bahwa Rasulullah SAW membolehkan adanya gadai sebagaimana yang
dicontohkan. Beliau pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi
karena mengutang gandum kepada orang Yahudi tersebut. Dalam kitab Fiqih
Sunnah, Sayyid Sabiq memberikan pengertian gadai adalah sebagai berikut
:“Gadai adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diberikan oleh yang meminjamkan, berarti barang yang dititipkan
kepada si piutang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu”. (Sayyid
Sabiq XII, 1990 : 143).
Menurut ulama Syafi’iyyah gadai atau rahn
adalah :“Menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan
pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang”. (Muhammad Asy Syarbini II,
tt : 121). Kemudian menurut Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali), beliau
mendefinisikan gadai atau rahn sebagai berikut :”Harta yang dijadikan
jaminan utang sebagai pembayar harga (nilai) utang ketika berutang berhalangan
(tidak mampu) membayar utangnya kepada pemberi pinjaman”. (Ibnu Qudhamah II, tt
: 121). Dan dalam kitab Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq memberikan pengertian
gadai adalah sebagai berikut :“Gadai adalah menyimpan sementara harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh yang meminjamkan,
berarti barang yang dititipkan kepada si piutang dapat diambil kembali dalam
jangka waktu tertentu”. (Sayyid Sabiq XII, 1990 : 143).
Dalam buku “Ensiklopedi Ekonomi Dan Perbankan
Syariah”, Dr. Habib Nazir menyebutkan bahwa :
Gadai (rahn) adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (orang
yang berpiutang) atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh debitur (orang
yang berutang) atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang
(utang-piutang) ; memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan
pelunasan utang dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditor-kreditor
lainnya. (Habib Nazir, Muhammad Hasanuddin, 2004 : 200).
Menurut KUH Perdata Pasal 1150, gadai adalah suatu
hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi
utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi
utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat
jatuh tempo. (Heri Sudarsono, 2003 : 153).
PT
BPRS PNM Mentari Garut memiliki produk gadai syariah sebagai akad pelengkap.
Jika pada pegadaian konvensional sistem yang digunakan perusahaan untuk
memperoleh keuntungan yakni dengan menerapkan apa yang lazim disebut bungan
gadai serta biaya-biaya lainnya, maka pada PT BPRS PNM Mentari Garut sistem
yang diterapkan.
E. Metode dan Tehnik Penelitian
1. Metode penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif analisis seperti dalam buku dengan judul “Metodologi Penelitian
Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen” disebutkan bahwa, “Metode analisis
deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang mengumpulkan data-data informasi
secara lengkap dan menggambarkan serta menganalisis masalah yang akan dibahas”,
(Nur Indriartoro dan Bambang Supomo, 1999: 25). Dalam hal ini penulis melakukan
analisis Hukum Islam terhadap pelaksanaan operasional gadai syariah pada PT
BPRS PNM Mentari Garut.
Untuk memudahkan penulis
dalam mengambil kesimpulan penelitian, maka digunakan metode deduktif, yaitu
“Suatu proses di mana kita tiba pada suatu kesimpulan beralasan melalui
generalisasi logis dari sebuah fakta yang diketahui”. (Uma Sekaran, 2006: 36).
Atau proses deduktif merupakan suatu proses yang dimulai dengan inti uraian
yang kemudian diikuti dengan penjelasan dan analisis untuk mengambil suatu
kesimpulan. Penggunaan metode ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pelaksanaan operasional gadai syariah di PT BPRS PNM Mentari Garut sesuai
dengan ketentuan hukum Islam.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendukung metode yang
digunakan di atas, penulis menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan
data dengan cara mengumpulkan data dan bahan-bahan yang berasal dari pustaka,
yaitu buku-buku dan literatur yang sesuai dengan masalah yang akan dibahas
sebagai dasar teori yang digunakan. Dalam hal ini teori yang berkaitan dengan
gadai atau rahn dalam hukum
Islam.
b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data
dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan sehubungan dengan
penelitian berupa dokumen atau catatan-catatan tentang pelaksanaan gadai di PT
BPRS PNM Mentari Garut.
c. Wawancara secara langsung dengan nasabah dan
pimpinan PT BPRS PNM Mentari Garut untuk mendapatkan penjelasan dengan cara
tanya jawab mengenai proses pelaksanaan operasional gadai syariah di PT BPRS
PNM Mentari Garut serta masyarakat umum.
3. Sumber Data
Sumber
data yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini terdiri atas :
a.
Data
Primer
Yaitu data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan nasabah dan pimpinan
PT BPRS PNM Mentari Garut mengenai proses pelaksanaan operasional gadai syariah
di PT BPRS PNM Mentari Garut.
b.
Data
sekunder
Yaitu
data-data yang diperoleh dari dokumen dan catatan-catatan perusahaan,
literatur, artikel, tulisan ilmiah yang dianggap relevan dengan topik
penelitian, dan data-data yang bersumber dari studi kepustakaan yaitu mengenai
gadai atau rahn.
F. Sistematika Pembahasan
Pembahasan-pembahasan dalam
penulisan ini, akan penulis sistematikakan ke dalam dalam 5 (lima) bab, yang
setiap babnya membahas secara garis besarnya sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah ,
Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode dan Tehnik Penelitian, dan
Sistematika Pembahasan.
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA, yang meliputi Pengertian Gadai, Dasar Hukum Gadai,
Rukun (Unsur-unsur) dan Syarat Gadai, dan Gadai dalam Aplikasi Perbankan.
BAB
III OBJEK PENELITIAN, yang meliputi Gambaran Umum PT BPRS PNM Mentari
Garut, dan Pelaksanaan Operasional Gadai Syariah Pada PT BPRS PNM Mentari Garut.
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN GADAI SYARIAH DI PT
BPRS PNM MENTARI GARUT.
BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN.
DAFTAR PUSTAKA
Alaudin Al Kasani. Al Badai’ Ash Shana’i Fi Tartib Asy Syar’i.
Darul Fiqri, Beirut, tt.
Al Bukhari , Muhammad bin Ismail. Shahih Al Bukhari. Al
Khairiyah, Kairo : tt.
Al Syaibani, Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Al Maimunah, Kairo
: 1327 H.
Departeman Agama RI. Alqur’an dan Terjemahannya. CV.
Diponegoro, Bandung, 1989.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 2,
EKONISIA, Yogyakarta, 2003.
Ibnu Qudhamah, Muhammad. Raudh Al Thalib Vol. II. Al Maimaniah,
Mesir, tt.
J. Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi Keenam
Jilid 2, Erlangga, Jakarta,
2001.
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Muhammad Asy Syarbini. Mughni Al Muhtaj Syarh Al Minhaj.
Mustafa Muhammad, Mesir, tt.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori dan Praktek,
Gema Insani Press, Jakarta, 2001.
Nur Indriantoro, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis, Edisi
Pertama, BPFE, Yogyakarta, 1999
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1990, Ar-Rahn,
Daarul Fikri, Beirut, 1983.
Sugiyono, Metodologi Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung,
1999.
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan
Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1999.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan.
Veitsal Rivai, Financial Institution Management (Conventional
and Sharia System), Rajawali Press, Jakarta, 2007.
“Analisis Hukum Islam Tentang Jaminan Pembiayaan Al-Murabahah Serta Hubungannya Dengan Efektifitas Pengembalian”
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Agama Islam
turun sebagai pedoman hidup manusia di samping mempunyai ajaran dan aturan
tentang pola hubungan manusia sebagai hamba dengan Allah Swt., juga mempunyai
pola hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.
Pola
hubungan antara manusia dengan Tuhannya diatur dalam ibadah dan aqidah,
sedangkan pola hubungan antar sesama manusia diatur dalam sistem hukum
muamalah. Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan
manusia dengan khaliqnya. Sedangkan muamalah diturunkan untuk menjadi rules
of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Dalam Islam,
manusia diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi
kebutuhan hidupnya. Islam juga memberikan alternatif kerjasama dengan ketentuan
bagi hasil yang sangat adil baik bagi pemilik modal maupun pelaksana.
Kerjasama
merupakan karakter yang penting dalam sistem ekonomi Islam. Nilai kerjasama
ekonomi ini harus dapat dicerminkan dalam semua tingkatan kegiatan ekonomi,
produksi, distribusi barang maupun jasa sehingga mampu menciptakan kerja
produktif, meningkatkan kesejahteraan, mencegah penindasan, dan melindungi
kepentingan ekonomi.
Salah satu
bentuk distribusi dalam kegiatan ekonomi bisa dilakukan oleh lembaga keuangan
baik berbentuk bank ataupun non-bank.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam UU
No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir 12:
Pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syari'ah adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Sutan Remy
Sjahdeini, 1999:222).
Upaya PT
Bank Jabar Syariah dalam menyalurkan dananya didasarkan salah satunya dengan
prinsip jual-beli pada akad “al-murabahah, yaitu akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual
dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty
contracts, karena ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh”
(Adiwarman Karim, 2004:103).
Usaha PT Bank Jabar Syariah
untuk menekan risiko kerugian yang timbul akibat penyaluran pembiayaan adalah
dengan menjaga kualitas pembiayaannya. Kualitas pembiayaan PT Bank Jabar Syariah
akan dinilai berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar
nasabah.
Penyebab
utama terjadinya risiko pembiayaan di suatu bank diakibatkan terlalu mudahnya
bank memberikan pinjaman atau melakukan investasi, karena terlalu dituntut
untuk dapat memanfaatkan kelebihan dana yang tersedia. Akibatnya, penilaian
pembiayaan kurang dicermati dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan risiko
usaha yang dibiayai oleh bank.
Analisis
pembiayaan yang diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar
dapat dipercaya. Analisis pembiayaan ini mencakup latar belakang nasabah atau
perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor
lainnya. Tujuan analisis ini adalah agar bank yakin bahwa pembiayaan yang
diberikan benar-benar aman/meminimalisir kerugian dalam arti uang yang
disalurkan pasti kembali.
Setiap fasilitas kredit/pembiayaan mempunyai tingkat kemungkinan
realisasi pembayaran kembali oleh debitur yang berbeda-beda atau tingkat kolektibilitas
yang berbeda-beda. Berdasarkan SK BI No.5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 kolektibilitas
pembiayaan bank syariah digolongkan menjadi empat, yaitu ; Lancar (L), Kurang
Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M).
Ketidakmampuan
nasabah dalam melunasi pembiayaannya, dapat ditutupi dengan suatu jaminan
pembiayaan. Fungsi jaminan pembiayaan adalah untuk melindungi bank dari
kerugian. Dengan adanya jaminan pembiayaan yang biasanya melebihi nilai
pembiayaan maka bank akan aman. Bank dapat mempergunakan/menjual jaminan
pembiayaan untuk menutupi pembiayaan apabila pembiayaan yang diberikan macet.
Yang paling penting dalam jaminan pembiayaan adalah mengikat nasabah untuk
segera melunasi utang-utangnya dan nasabah akan terikat dengan bank mengingat
jaminan pembiayaan akan disita oleh bank apabila nasabah tidak mampu membayar.
Dalam Islam,
jaminan lebih dikenal dengan istilah “ar-rahn, yaitu perjanjian
pinjam-meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang” (Masjfuk
Zuhdi, 1991:117).
Dari uraian di atas nampak bahwa dengan
adanya jaminan, debitur akan terikat dengan bank. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa jaminan pembiayaan al-murabahah dapat mendorong nasabah
untuk membayar pokok pinjaman tepat pada waktunya.
Kondisi
sebaliknya terjadi di PT Bank Jabar Kantor Cabang Syariah Tasikmalaya dimana
jaminan untuk pembiayaan al-murabahah yang diberikan oleh nasabah belum
mampu mendorong nasabah itu sendiri untuk membayar tepat pada waktunya. Hal ini
terlihat dari kurang dicermatinya penilaian pembiayaan sebelum pinjaman
diberikan kepada nasabah.
Berdasarkan uraian di atas dan
berbagai fenomena yang terjadi dalam dunia perbankan, khususnya yang terjadi di
PT Bank Jabar Kantor Cabang Syariah Tasikmalaya maka penulis tertarik untuk
mengadakan suatu penelitian dengan judul: “Analisis Hukum Islam Tentang
Jaminan Pembiayaan Al-Murabahah
Serta Hubungannya Dengan Efektifitas Pengembalian”
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang
masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana analisis hukum Islam mengenai jaminan dalam
pembiayaan al-murabahah?
2.
Bagaimana efektifitas pengembalian al-murabahah di
PT Bank Jabar Kantor Cabang Syariah Tasikmalaya?
3.
Bagaimana hubungan jaminan pembiayaan al-murabahah
dengan efektifitas pengembalian di PT Bank Jabar Kantor Cabang Syariah
Tasikmalaya?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun penelitian yang penulis lakukan ini
bertujuan :
1. Untuk mengetahui analisis hukum
Islam mengenai jaminan dalam pembiayaan
al-murabahah.
2. Untuk mengetahui efektifitas pengembalian al-murabahah di PT Bank Jabar Kantor
Cabang Syariah Tasikmalaya .
3. Untuk mengetahui hubungan jaminan pembiayaan
al-murabahah dengan efektifitas pengembalian di PT Bank Jabar Kantor
Cabang Syariah Tasikmalaya.
D. Kegunaan
Penelitian
Dengan
adanya penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan antara lain:
1. Bagi
penulis sendiri
Untuk menambah wawasan serta tambahan ilmu
sehingga dapat memacu semangat ilmiah sekaligus untuk memperdalam pengetahuan
dalam bidang pembiayaan, khususnya mengenai masalah yang diteliti.
2. Bagi
bank yang diteliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan masukan dalam menilai hubungan jaminan pembiayaan al-murabahah dengan efektifitas pengembalian,
serta untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
pemberian pembiayaan.
3. Bagi
peneliti lain dan masyarakat umum
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan tambahan referensi bagi
peneliti lain yang tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai topik serupa,
serta bagi masyarakat muslim pada khususnya diharapkan akan semakin paham
mengenai keandalan Sistem Perekonomian Islam sehingga kepercayaan masyarakat
terhadap Perbankan Syariah semakin bertambah.
E.
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Islam memperbolehkan hutang sebagai
salah satu jalan keluar bagi golongan yang mengalami masalah keuangan. Konsep
hutang dalam Islam adalah semata-mata amal kebajikan diantara golongan yang
mampu dan yang tidak mampu, agar saling membantu diantara kedua golongan tersebut.
Dalam pandangan Islam, dibolehkan
adanya pengambilan jaminan oleh pihak pemberi pinjaman dengan tujuan untuk
memberikan rasa aman kepada si pemberi pinjaman.
Pengertian
jaminan mengutip pandangan Sayyid Sabiq, adalah menyimpan sementara harta milik
si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh yang meminjamkan,
berarti barang yang dititipkan pada si piutang dapat diambil kembali dalam
jangka waktu tertentu.
Dalam QS
Al-Baqarah ayat 283 disebutkan,
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا
كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ
الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا تَكْتُمُوا
الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (البقرة : ٢٨٣)
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu
kerjakan (Depag, 1994:71).
Ayat
ini secara eksplisit menyebutkan barang tanggungan yang dipegang oleh yang
berpiutang. Dalam dunia financial barang tanggungan biasa dikenal
sebagai objek jaminan (collateral). Selain itu, perintah untuk
memberikan jaminan sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut dilakukan ketika
tidak ada penulis, padahal hukum utang sendiri tidaklah wajib, begitu juga penggantinya, yaitu barang jaminan.
Selain
itu, dalam salah satu hadits Nabi Saw
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari, Nasa'i dan Ibnu Majah dari Anas r. a.
رَهَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِيٍّ وَأَخَذَ
مِنْهُ شَعِيرًا لِأَهْلِهِ (Al-Bukhari,
t.t.: 120)
"Rasulullah saw merungguhkan baju besinya kepada
seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutang gandum dari seorang
Yahudi".
Dari
hadits di atas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan antara
orang muslim dan non-muslim dalam bermuamalah, maka seorang muslim tetap wajib
membayar utangnya sekalipun pada non-muslim (Hendi Suhendi, 1997:109).
Kenyataan tersebut tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh
Sayyidina Ali, “Dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita,
dan hak mereka adalah hak kita” (Antonio Syafi’i, 2001:4).
1.
Menurut ulama Syafi'iyah yang dikutip dalam kitab Mugni
Al-Muhtaj :
جَعْلُ عَيْنٍ وَثِيْقَةً بِدَيْنٍ
يَسْتَوْفَى مِنْهَا عِنْدَ تَعَدُّرِ وَفَائِهِ
“Menjadikan suatu benda sebagai
jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar
utang” (Rahmat Syafe’i, 2001:159).
2.
Menurut ulama Hanabilah yang dikutip dalam kitab Mugni
Al-Muhtaj:
اَلْمَالُ الَّذِيْ يَجْعَلُ
وَثِيْقَةً بِالدَّيْنِ لِيَسْتَوْفَى مِنْ ثَمَنِهِ اِنْ تَعَدَّرَ
اِسْتِيْفَاؤُهُ مِمَّنْ هُوَ لَه
“Harta yang dijadikan jaminan
utang sebagai pembayar harga (nilai) utang ketika berutang berhalangan (tak
mampu) membayar utangnya kepada pemberi pinjaman” (Rahmat Syafe’i, 2001:159)
Menurut pendapat ulama di atas bahwa
jaminan adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai menurut pandangan syara’
sebagai jaminan utang, sehingga orang yang bersangkutan memungkinkan untuk
mengambil utang atau dia bisa mengambil sebagian barang itu.
Dalam melakukan aktifitas pemberian pembiayaan pada bank syariah, bank
tersebut harus melakukan seleksi yang memadai meliputi kewenangan meminjam,
modal, jaminan serta kondisi ekonomi untuk memastikan bahwa nasabah yang
diberikan fasilitas pembiayaan tersebut dapat membayar pinjamannya saat jatuh
tempo. Jaminan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam memberikan
pinjaman. Namun dengan meningkatnya jumlah pembiayaan yang diberikan maka
kecenderungan serta potensi-potensi risiko kerugian karena pembiayaan
bermasalah akan semakin besar pula.
Jaminan pembiayaan yang diberikan
nasabah kepada bank hanyalah merupakan tambahan, terutama untuk melindungi
pembiayaan yang macet akibat suatu musibah. Akan tetapi, apabila suatu
pembiayaan yang diberikan telah dilakukan penelitian secara mendalam, sehingga
nasabah sudah dikatakan layak untuk memperoleh pembiayaan hanyalah untuk
berjaga-jaga. Oleh karena itu dalam pemberian pembiayaannya bank harus
memperhatikan prinsip-prinsip pemberian pembiayaan dengan analisis 5 C, yaitu:
1.
Character
Untuk mengetahui sejauhmana itikad baik dan kejujuran calon nasabah untuk
membayar kembali pembiayaan yang diterimanya.
2.
Capacity
Untuk melihat sejauhmana kemampuan calon nasabah dalam mengembalikan pokok
pinjaman serta bagi hasilnya.
3.
Capital
Biasanya bank tidak akan bersedia untuk membiayai suatu usaha 100% artinya bank
harus mengetahui berapa banyak modal yang telah dimiliki calon nasabah,
sehingga tidak seluruhnya mengandalkan pinjaman dari bank.
4.
Condition of economy
Bank harus yakin bahwa
kondisi ekonomi akan menunjang dan tidak menghambat kelancaran usaha yang akan
dijalankan calon peminjam.
5.
Collateral
Jaminan apa yang dapat diberikan calon nasabah untuk tambahan pengamanan bagi bank
atau pembiayaan yang diberikan.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas
penulis membuat rumusan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat hubungan antara
jaminan pembiayaan al-murabahah
dengan efektifitas pengembalian”.
F. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian yang Digunakan
Metode penelitian yang
digunakan penulis adalah metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan
dengan variabel lain (Sugiyono, 2004:11), dengan pendekatan studi kasus. Di
mana data yang diperoleh selama penelitian ini akan diolah, dianalisis, dan
diperoleh lebih lanjut dengan dasar-dasar teori yang telah dipelajari. Selain
itu juga digunakan metode koefisien korelasi yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis data
dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan metode statistik untuk menguji
hipotesis.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a.
Wawancara, adalah data yang diperoleh dengan melakukan
tanya jawab langsung dengan pihak perusahaan yang dapat memberikan informasi
yang diperlukan.
b.
Kuesioner, adalah suatu cara pengumpulan data dengan
menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden.
G.
Lokasi dan Waktu Penelitian
1.
Lokasi Penelitian
Objek penelitian dilaksanakan di PT Bank
Jabar Kantor Cabang Syariah Tasikmalaya yang beralamat di Jl. Sutisna Senjaya
No. 47 Tasikmalaya 46113.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2006
sampai dengan selesai.
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2004.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
Gunung Djati Press, Bandung ,
1997.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, Edisi 2, EKONISIA, Yogyakarta ,
2003.
J. Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi
Keenam Jilid 2, Erlangga, Jakarta , 2001.
Kasmir, Manajemen
Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta ,
2004.
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, Darul
Qalam, Beirut, 1987, Perbandingan Mazhab dalam masalah Fiqh, Bulan
Bintang, Jakarta, 1978.
Masjfuk juhdi, Masailul
Fiqh, CV. Hajimah Agung, Jakarta ,
1987.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah
dari Teori dan Praktek, Gema Insani Press, Jakarta , 2001.
Nur Indriantoro, dkk, Metodologi
Penelitian Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta ,
1999.
Rachmat Firdaus, Manajemen Dana Bank, STIE Inaba, Bandung , 2001.
Rahmat Syafe’i, Fiqih
Muamalah, Pustaka Setia, Bandung ,
2001.
Samsubar Saleh, Statistik
Nonparametrik, Edisi 2, BPFE,
Yogyakarta , 1996.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, PT.
Al-Ma’arif, Bandung ,
1990, Ar-Rahn, Daarul Fikri, Beirut ,
1983.
Sugiyono, Metodologi Penelitian Bisnis,
CV. Alfabeta, Bandung ,
1999.
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam dan
Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia , Grafiti, Jakarta , 1999.
Suyatno Thomas, Drs., dkk, Dasar-dasar Perkreditan, Edisi
Tiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ,
1993.
Wiroso, Jual beli Murabahah, UII PRESS, Yogyakarta , 2005.
Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Return On Assets (ROA) Pada Bank Syariah
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejak keluarnya Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang
memungkinkan perbankan menjalankan usahanya dengan sistem bagi hasil, keinginan
umat Islam bangkit di bidang ekonomi dengan melaksanakan sistem ekonomi sesuai
dengan syariah Islam, terwujud sudah. Saat itu lahirlah Bank Muamalat sebagai
bank syariah pertama diikuti oleh beberapa lembaga keuangan lainnya, seperti BPR
Syariah dan Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
Sekalipun perkembangan bank syariah secara kuantitas cenderung lamban,
ternyata perbankan syariah terbukti tangguh saat krisis moneter mengguncang
dunia perbankan kita pada 1997. Sistem syariah ternyata dinilai cukup efektif
untuk meminimilisasi kerugian dan tidak terkena negative spread seperti
halnya bank konvensional.
Dengan direvisinya Undang-Undang Perbankan No 7 tahun 1992 menjadi
Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, maka peluang diterapkan dual banking
system dalam perbankan nasional yang membuat industri perbankan di
Indonesia tergerak menyelenggarakan bisnis keuangan berdasarkan prinsip
syariah. Sejak saat itu, bermunculanlah cabang-cabang syariah dari beberapa
bank umum konvensional. Perkembangannya pun saat ini sungguh menggembirakan.
Selama tahun 2005 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan berdasarkan
prinsip syariah mengalami peningkatan. Data Bank Indonesia menunjukkan, hingga
akhir tahun 2005 industri perbankan syariah terdiri dari 3 Bank Umum Syariah
(BUS), 19 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 92 Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS).
Dengan bertambahnya jumlah bank syariah di Indonesia , maka persaingan antar
bank pun semakin ketat. Di dalam mengelola bank yang bersangkutan maka para
pejabat bank tersebut perlu mengatur sebaik-baiknya posisi likuiditasnya,
mengatur semaksimal mungkin pemanfaatan earning asset-nya serta mengatur
apakah permodalan yang diperlukan telah memadai atau tidak. Untuk kepentingan
tersebut maka besarnya Bank Assets, Bank Liabilities, serta
Capital harus dapat diatur dalam perbandingan yang optimal sehingga
dapat dicapai tingkat profitabilitas yang memadai (Teguh Pudjo Muljono, 1999
:12).
Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam,
seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk
fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan
usahanya tidak berdasarkan bunga (interest fee), tetapi berdasarkan
prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and
loss sharing) (Sutan Remy Sjahdeini, 1999 : 1).
Menurut Warkum Sumitro dalam Asas-asas Perbankan Islam dan
Lembaga-lembaga Terkait (1997 : 46), bank syariah, selain berfungsi
menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan
dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga fungsi amanah
tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat
di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan
melalui kelembagaan. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional
bank syariah tidak menyimpang dari tuntutan Syariah Islam, maka diadakan “Dewan
Pengawas Syariah” yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvensional. Dewan
Pengawas Syariah adalah suatu dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya bank
syariah agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip
muamalah menurut Islam.
Untuk menyatukan pendapat antara Dewan Pengawas Syariah yang mungkin
berbeda satu dengan yang lainnya, untuk tingkat internasional telah dibentuk
“Internasional Association of Islamic Bank’s” yang berkedudukan di Cairo.
Sedangkan di tingkat nasional dibentuklah suatu “Konsorsium Dewan Pengawas
Syariah Nasional” di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia bekerja sama dengan
Bank Indonesia
(Warkum Sumitro, 1997 : 46).
Selain mengawasi operasional bank syariah, Dewan Syariah Nasional dan
Bank Indonesia
juga mengawasi kinerja bank syariah yang dapat dinilai dengan melihat laporan
keuangan bank yang bersangkutan.
Setiap bank, baik bank
konvensional maupun bank syariah, diwajibkan untuk menyajikan dan
mempublikasikan laporan keuangan. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan atau sebagai laporan pertanggung jawaban manajemen atas
pengelolaan perusahaan (Sofyan Syafri Harahap, 2004 : 38).
Menurut Teguh Pudjo Muljono dalam Analisa Laporan Keuangan untuk
Perbankan (1999 : 9), salah satu pihak yang mempunyai kepentingan untuk
mengetahui lebih mendalam tentang laporan keuangan dari bank adalah masyarakat.
Dengan diumumkannya neraca dan laporan keuangan di mass media cetak
secara meluas, maka bonafiditas dari bank-bank yang bersangkutan akan dapat
diketahui dengan mudah, sehingga dengan demikian, seorang calon debitur akan
dapat memilih bank mana yang akan mampu membiayai proyeknya. Dari laba/rugi
yang diumumkan bila dihubungkan dengan pos-pos neraca, (pasiva dan aktiva)
masyarakat umum juga akan mampu membuat perhitungan secara kasar tentang
tingkat efisiensi bank yang bersangkutan dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, bank syariah
harus mampu mengerahkan dana masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali dalam
bentuk pembiayaan. Masyarakat akan menyimpan dana yang dimilikinya di bank yang
memiliki kinerja baik. Penilaian kinerja perbankan dapat dilihat dengan
penilaian likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas bank yang bersangkutan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan masing-masing satu rasio dalam
penilaian kinerja bank, yang dalam hal ini adalah bank syariah. Rasio-rasio
tersebut adalah Financing to Deposit Ratio (Rasio Likuiditas), Capital
Adequacy Ratio (Rasio solvabilitas), dan Return on Assets (Rasio
Rentabilitas).
Penilaian kinerja bank syariah sebagai lembaga intermediasi, dapat
menggunakan Financing to Deposit Ratio (FDR), yaitu perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun oleh bank. Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran Bank
Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993, besarnya FDR ditetapkan oleh Bank
Indonesia tidak boleh melebihi 110%. Dengan ketentuan itu berarti bank boleh
memberikan pembiayaan melebihi jumlah dana pihak ketiga asalkan tidak melebihi
110%, karena hal itu akan membahayakan kelangsungan hidup bank tersebut dan
pasti akan membahayakan dana simpanan para nasabah penyimpan dana dari bank
itu. (Sutan Remy Sjahdeini, 1999 : 177).
Data
Bank Indonesia menunjukkan, pelaksanaan fungsi intermediasi bank syariah tetap
terjaga baik dengan ditandai oleh posisi Financing to Deposit Ratio
(FDR) pada akhir 2005 tetap tinggi yaitu 97,8%, sementara Financing to Deposit
Ratio (FDR) pada akhir 2004 sebesar 96,9%.
Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur proporsi
modal sendiri dibandingkan dengan dana dari luar di dalam pembiayaan kegiatan
usaha perbankan. Semakin besar rasio tersebut maka semakin baik posisi modal
sebuah bank (Muhammad, 2005 : 55).
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia , bank yang dinyatakan
termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%.
Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for International
Settlements) (Lukman Dendawijaya, 2005 : 144).
Menurut
data Bank Indonesia, dalam tahun 2005, tercatat modal Bank Umum Syariah (BUS) mengalami
peningkatan Rp 0,22 triliun sehingga rasio kecukupan modal (CAR) Bank Umum Syariah
(BUS) pada akhir 2005 menjadi sebesar 12,9% atau masih tergolong sehat.
Penilaian kinerja bank salah satunya adalah dengan menggunakan analisis
rasio rentabilitas bank, yaitu alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat
efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Lukman
Dendawijaya, 2005 : 118).
Dalam perhitungan rentabilitas bank syariah, penulis menggunakan rasio Return
on Assets (ROA) yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu
bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dari
segi penggunaan aset.
Menurut
data Bank Indonesia, tingkat keuntungan yang dihasilkan per aset yang dikelola sedikit
menurun sebagaimana tercermin dari rasio Return on Assets (ROA) 2005 sebesar 1,35%, sementara Return on Assets
(ROA) 2004 sebesar 1,41%.
m (FDR), o (CAR) dan Financing to
DEposit Dengan adanya pembatasan pada Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR), serta diharuskan untuk menjaga
rentabilitas bank, yang dalam penelitian ini adalah Return on Assets
(ROA), penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh dari Financing
to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return
on Assets (ROA) dengan judul “Pengaruh Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Return On Assets
(ROA) Pada Bank Syariah”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan dalam latar belakang, maka
penulis membatasi identifikasi masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana perkembangan Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Bank Syariah?
2.
Bagaimana perkembangan Return on Assets (ROA)
pada Bank Syariah?
3.
Bagaimana pengaruh Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return on Assets (ROA)
pada Bank Syariah?
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui perkembangan Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Bank Syariah.
2.
Mengetahui perkembangan Return on Assets (ROA)
pada Bank Syariah.
3.
Mengetahui pengaruh Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return on Assets (ROA)
pada Bank Syariah.
D.
Manfaat Hasil Penelitian
Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1.
Bagi Penulis
Memperdalam ilmu pengetahuan mengenai perbankan dan penganalisisan
laporan keuangan bank, terutama mengenai tingkat Financing to Deposit Ratio
(FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat mempengaruhi Return on
Assets (ROA).
2.
Bagi Pihak Perbankan
Untuk memberikan masukan bagi dunia perbankan dalam menjalankan kinerja bank,
terutama dalam menjaga posisi likuiditas, solvebilitas, dan rentabilitas.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya dan Masyarakat Umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
menjadi referensi tambahan khususnya mengenai topik-topik seputar perbankan dan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja usahanya.
E.
Kerangka Pemikiran
Setiap muslim diatur oleh ketentuan syari’ah (hukum Islam) yang bersumber
pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Tujuannya untuk menegakkan
keadilan dan kesejahteraan sosial sesuai dengan perintah Allah SWT, sesuai
dengan firman-Nya :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)
Artinya :
“Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa : 59)
As-Sunnah juga
sudah menjelaskan cara-cara untuk mengikuti Kitab Allah yang merupakan petunjuk
untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan tenteram bagi manusia di dunia dan
memperoleh ridha Allah di Akhirat. Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ
مَالِك أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا
كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya :
Telah diriwayatkan dari Malik,
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda : "Telah aku tinggalkan kepadamu dua
perkara yang selama kamu memegangnya, kamu tidak akan pernah tersesat
selamanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Nabi." (HR. Malik) (Muhammad
Zakaria Al-Kandahlawi, 1980 : 100)
Al-Qur’an mencakup semua fenomena kehidupan, dan juga mencakup
dasar-dasar, aturan-aturan, serta semua hukum yang berkaitan dengan akidah,
ibadah, dan muamalah. Riset-riset dalam akuntansi Islam menerangkan bahwa
syariat Islam sudah mencakup kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang mengatur
operasional pembukuan (akuntansi) muamalah (transaksi-transaksi sosial) atau
perdagangan. (Husein Syahatah, 2001 : 3)
Kita dapat melihat bahwa penegakkan keadilan, kesejahteraan (sosial dan
ekonomi) dan perlindungan terhadap kepemilikan merupakan tujuan dalam ekonomi
dan akuntansi syariah (Iwan Triyuwono dan Muhammad As’udi, 2001 : 25).
Dasar munculnya akuntansi syariah adalah Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat
282 :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ
أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي
عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا
فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لا
يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ
وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ
فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ
إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا
مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى
أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى
أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ
فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ
وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
(٢٨٢)
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS.
Al-Baqarah : 282)
Dari ayat di atas, dapat kita ketahui bahwa Allah memerintahkan untuk
melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi
selama melakukan muamalah. Ayat ini dapat ditafsirkan dalam konteks akuntansi.
Akuntansi menurut Islam memiliki bentuk yang sarat dengan nilai keadilan,
kebenaran, dan pertanggungjawaban. Bentuk akuntansi yang memancarkan nilai
keadilan, kebenaran, dan pertanggungjawaban ini sangat penting. Sebab informasi
akuntansi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pemikiran, pengambilan
keputusan, dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang.
Dari hal tersebut, proses pencatatan sampai tersusunnya laporan keuangan
dalam akuntansi harus dilakukan dengan benar sehingga informasi yang dihasilkan
dapat digunakan oleh pihak umum. Terlihat bahwa sistem akuntansi harus menjaga output
yang dihasilkan tetap dalam sifat kebenaran, keadilan, dan kejujuran
(objektivitas), sebagaimana halnya hakikat dan keinginan dalam ajaran Islam (Iwan
Triyuwono dan Muhammad As’udi, 2001 : 27).
Setiap bank, baik bank konvensional maupun bank syariah, diwajibkan untuk
menyajikan dan mempublikasikan laporan keuangan. Salah satu tujuan dari
diwajibkannya hal tersebut adalah agar masyarakat umum dapat melihat kinerja
bank yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap suatu bank untuk menyimpan dananya sangat dipengaruhi oleh kinerja (performance)
bank yang bersangkutan. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi keuangan,
melalui neraca dan perhitungan laba/rugi dengan cara membandingkannya dengan
neraca atau perhitungan laba/rugi bank
lain, atau dengan membandingkan neraca bank tersebut, untuk waktu atau tahun
yang berbeda (Rachmat Firdaus, 2001 : 29).
Kinerja suatu bank dapat diketahui dengan perhitungan rasio likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas bank yang bersangkutan. Dalam hal ini penulis
menggunakan rasio Financing to Deposit Ratio (Rasio Likuiditas), Capital
Adequacy Ratio (Rasio Solvabilitas), dan Return on Assets (Rasio
Rentabilitas).
Penilaian kinerja bank syariah sebagai lembaga intermediasi, dapat
menggunakan Financing to Deposit Ratio (FDR), yaitu perbandingan antara
pembiayaan yang disalurkan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpun oleh bank dan modal bank yang bersangkutan. a dengan mencari harta z I h.150)ok."l pokok untuk mencari
laba. kRasio ini dipergunakan untuk mengukur sampai sejauh mana
dana pinjaman yang bersumber dari dana pihak ketiga. Tinggi rendahnya rasio ini
menunjukkan tingkat likuiditas bank tersebut. Sehingga semakin tinggi angka Financing
to Deposit Ratio (FDR) suatu bank, berarti digambarkan sebagai bank
yang kurang likuid dibanding dengan bank yang mempunyai angka rasio lebih kecil.
(Muhammad, 2005 : 55)
Penyaluran pembiayaan dengan menggunakan dana pihak ketiga ini dilakukan
untuk menghindari adanya dana yang idle (menganggur). Dengan adanya dana
yang menganggur, maka akan mengurangi peluang bagi bank dalam memperoleh
keuntungan. Islam pun melarang pembekuan modal (idle money), dinyatakan
oleh Allah dalam Q.S At-Taubah : 34 :
... وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (٣٤)
Artinya
:
“...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (Q.S. At-Taubah : 34)
Mengumpulkan harta tidak dilarang dalam Islam, tetapi
membekukannya dalam jumlah yang banyak merupakan suatu bahaya bagi masyarakat
dan dilarang sekeras-kerasnya. Oleh karena itu, semua bank, terutama bank
syariah harus mendistribusikan dana yang dititipkan kepadanya dengan sebaik
mungkin.
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk
mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko (Lukman Dendawijaya, 2005 : 121).
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada industri
perbankan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia besarnya ditentukan
oleh seberapa besar modal yang dimiliki, yang terdiri dari modal inti dan modal
pelengkap, serta besarnya Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dengan bobot
risiko masing-masing aktiva telah ditetapkan. Namun karena ATMR sulit untuk
diklasifikasikan, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus lain,
yaitu perbandingan antara modal dengan penjumlahan total pembiayaan dengan surat
berharga yang dimiliki oleh bank.
Dampak dari peraturan mengenai Capital Adequacy Ratio (CAR)
tersebut adalah adanya batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh bank dalam
rangka pengembangan usahanya, seperti misalnya bank harus lebih berhati-hati
dalam melakukan ekspansi pembiayaan. Walaupun pada dasarnya pendapatan utama
bank adalah dari penyaluran pembiayaan ke masyarakat. Namun apabila ekspansi
pembiayaan dilakukan secara besar-besaran tanpa memperhatikan batasan Capital
Adequacy Ratio (CAR) tersebut, risiko pembiayaan yang besar akan mengancam
bank yang bersangkutan. Risiko yang mungkin terjadi adalah penurunan tingkat Capital
Adequacy Ratio (CAR) bank yang pada akhirnya akan berimplikasi kepada
penurunan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan.
Dalam Islam, pentingnya modal dalam kehidupan manusia ditunjukkan dalam
Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 14 :
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ
عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (١٤)
Artinya :
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).” (QS. Ali Imran : 14)
Kata متاع
berarti modal, karena disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak
(termasuk bentuk modal yang lain). Kata زين
menunjukkan kepentingan modal dalam kehidupan manusia. (Afzalur Rahman, 1995 :
286)
Rasulullah SAW menekankan kepentingan modal dalam
sabdanya :
لَا
حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى
هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي
بِهَا وَيُعَلِّمُهَا (رواه البخري والمسلم)
Artinya :
“Tidak boleh iri hati kecuali terhadap dua perkara yaitu
terhadap seseorang yang dikaruniakan oleh Allah harta kekayaan tapi dia
memanfaatkannya untuk urusan kebenaran (kebaikan). Juga seseorang yang
diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah lalu dia memanfaatkannya (dengan
kebenaran) serta mengajarkannya kepada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Al-Bukhari, t.t : 47)
Dari sini dapat
kita ketahui bahwa mencari ilmu sama pentingnya dengan mencari harta.
Rasulullah SAW menyerukan agar manusia berlomba dalam mencari harta dan ilmu.
(Afzalur Rahman, 1995 : 286)
Oleh karena itu,
sebisa mungkin setiap bank, baik bank konvensional maupun bank syariah harus
dapat menjaga posisi modalnya agar tetap dapat melanjutkan kegiatan-kegiatan
operasionalnya.:
14)t 14 :
lam kehidupan
manusia itunjukkan dalam Al-Qur'
Penilaian kinerja perbankan syariah salah satunya adalah dengan menggunakan
analisis rasio rentabilitas bank. yaitu alat untuk menganalisis atau
mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Return on Assets (ROA),
yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan (Lukman Dendawijaya, 2005 :
144).
Laba merupakan cerminan pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses
pemutaran modal dan pengoperasiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam
sangat mendorong pendayagunaan harta/modal dan melarang menyimpannya sehingga
tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya
dalam aktivitas ekonomi. (Husein Syahatah, 2001:143)
Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman :
أُولَئِكَ
الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلالَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا
كَانُوا مُهْتَدِينَ (١٦)
Artinya :
“Mereka
Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah :16)
Sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Ruhul Ma’ani tentang ayat
ini, “Perdagangan itu ialah pengelolaan terhadap modal pokok untuk mencari
laba. Laba itu ialah hasil pertambahan pada modal pokok.” (Syihabuddin Mahmud
Al-Alusi, Juz I, h.150)
Jadi, dengan rasio Return on Assets (ROA), kita dapat mengetahui
kemampuan suatu bank dalam memperoleh laba.
F.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Financing
to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return
On Assets (ROA) adalah dengan metode deskriptif analitis, yaitu studi untuk
menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, yang ditujukan untuk menguji
hipotesis-hipotesis dan mengadakan interpretasi yang lebih dalam tentang
hubungan-hubungan (Moh. Nazir, 2003 : 89).
2.
Sumber Data
Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder, yaitu merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, tetapi melalui media
perantara (Nur Indriartono, 2006 : 147).
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan
data yang digunakan oleh penulis adalah metode dokumenter, yaitu metode yang
digunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen yang digunakan adalah dokumen
resmi ekstern, yaitu berupa bahan-bahan informasi yang dikeluarkan suatu
lembaga. (Burhan Bungin, 2005 : 144) Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dokumentasi Majalah Infobank.
4.
Operasionalisasi Variabel
Menurut M. Nazir (2003:126) opersionalisasi
variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara
memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau mengukur variabel
tersebut.
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel
yang terkandung yaitu :
1) Variabel bebas (Independent variable), yaitu variabel yang mempengaruhi variabel
terikat, baik secara positif maupun negatif (Uma Sekaran, 2006 : 117) yang
dinyatakan dengan X (Financing to Deposit Ratio (FDR) sebagai
variabel X1
dan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai variabel X2).
2) Variabel terikat (Dependent variable), yaitu merupakan variabel utama yang menjadi
faktor yang berlaku dalam investigasi (Uma Sekaran, 2006 : 116) yang dinyatakan
dengan Y (Return on Assets (ROA)).
Dibawah ini (Tabel 1) disajikan
tabel operasionalisasi variabel sebagai
berikut :
Tabel 1
Operasionalisasi
Variabel
Variabel
|
Sub Variabel
|
Dimensiub
yang digunakan d: 144)ah dokumen resmi ekstern, yaitu berupa
bahan-bahan informasi yang dikeluarkan suatu lembaga.
|
Indikator
|
Skala Data
|
|||
Variabel Bebas :
|
|
|
|
|
|||
Financing to Deposit
Ratio / FDR (X1)
Perbandingan antara total
pembiayaan dengan dana pihak ketiga ditambah modal
|
-
|
|
a. Total Pembiayaan
b. Dana Pihak Ketiga
c. Modal
|
Rasio
|
|||
Capital Adequacy Ratio / CAR (X2) Perbandingan antara total
modal dengan total pembiayaan ditambah
|
-
|
|
a. Total Modal
b. Total Pembiayaan
c.
|
Rasio
|
|||
Variabel Terikat :
|
-
|
|
|
|
|||
Return on Assets / ROA (Y)
Perbandingan antara laba bersih dengan total
aktiva
|
-
|
|
a. Laba Bersih
b. Total Aktiva
|
Rasio
|
5.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang penulis ambil adalah semua Bank Syariah, yaitu 3 Bank Umum
Syariah dan 19 Unit Usaha Syariah. Desain sampling yang digunakan oleh
penulis adalah quota sampling (sampel kuota), yaitu memastikan bahwa
kelompok tertentu secara memadai terwakili dalam penelitian melalui penggunaan
kuota. (Uma Sekaran, 2006 : 137) Dalam penelitian ini, melalui penggunaan
kuota.tu secara memadai terwakili dalam penelitian melalui penggunaan kuota. sampel
yang diteliti oleh penulis adalah Bank Syariah, baik Bank Umum Syariah (BUS)
maupun Unit Usaha Syariah (UUS) yang telah beroperasi selama 3 (tiga) tahun
atau lebih, yaitu:
1)
Bank Umum Syariah (BUS) : Bank Muamalat Indonesia (BMI)
dan Bank Syariah Mandiri (BSM).
2)
Unit Usaha Syariah (UUS) : Bank Negara Indonesia (BNI ) Syariah, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah,
Bank Danamon Syariah, Bank Internasional Indonesia (BII) Syariah, Bank Bukopin
Syariah, Bank IFI Syariah, dan Bank Jawa Barat (Bank Jabar) Syariah.
6.
Alat Analisis
Data
Berdasarkan hasil operasionalisasi variabel,
penulis mendapatkan bahwa skala data untuk variabel independen (Financing
to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR)) dan
variabel dependen (Return
on Assets (ROA)) adalah rasio. Analisis data yang dilakukan adalah :
1)
Analisis
rasio keuangan
Analisis rasio keuangan dilakukan untuk
mengetahui perkembangan dari masing-masing rasio, yaitu Financing to
Deposit Ratio (FDR), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Return on
Assets (ROA).
a)
Financing
to Deposit Ratio (FDR)
Dalam penelitian ini, Financing to Deposit
Ratio (FDR) yang digunakan tidak secara langsung, akan tetapi menggunakan unsur-unsur
yang ada pada Financing to Deposit Ratio (FDR). Unsur-unsur tersebut
adalah total pembiayaan dan dana pihak ketiga ditambah modal. Adapun rumus Financing
to Deposit Ratio (FDR) adalah sebagai berikut :
Financing to
Deposit Ratio (FDR) =
|
Total Pembiayaan
Dana Pihak Ketiga +
Modal
|
b)
Capital
Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang digunakan tidak secara langsung, akan
tetapi menggunakan unsur-unsur yang ada pada Capital Adequacy Ratio
(CAR). Unsur-unsur tersebut adalah total
modal dan total pembiayaan ditambah surat
berharga. Rumus Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah sebagai
berikut :
Capital Adequacy
Ratio (CAR) =
|
Total Modal
|
Total Pembiayaan +
|
c)
Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan unsur-unsur
yang ada pada Return on Assets
(ROA), yaitu dengan
membandingkan laba bersih dengan total aktiva. Besarnya Return on
Assets (ROA) dapat diketahui dengan rumus :
Return On Assets
(ROA) =
|
Laba
Bersih
Total Aktiva
|
2)
Analisis
regresi berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui
keeratan hubungan antara lebih dari satu variabel independen dengan sebuah variabel
dependen. (Moh. Nazir, 2003 : 458). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
berapa besar pengaruh Financing
to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return
on Assets (ROA).
Model regresi yang digunakan adalah :
Y = β0
+ β1X1 + β2X2
Dengan ketentuan :
β0 = menunjukkan nilai Y pada saat x = 0
β =
merupakan besarnya variabel Y akibat adanya
perubahan pada variabel X
X1 = variabel bebas pertama, yaitu Financing to
Deposit Ratio (FDR)
X2 = variabel bebas kedua, yaitu Capital
Adequacy Ratio (CAR)
Y =
variabel terikat, yaitu Return on Assets (ROA)
7.
Pengujian Hipotesis
Pengujian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR)
terhadap Return on Assets (ROA).
Koefisien korelasi
(R) menunjukkan kekuatan hubungan antara dua variabel. (Uma Sekaran, 2006 :
299)
Menurut Burhan
Bungin (2005 : 184), nilai koefisien korelasi dapat dideskripsikan sebagai
berikut :
Tabel 2
Nilai Koefisien
Nilai Koefisien
|
Penjelasan
|
+ 0,70 − ke atas
|
Hubungan positif yang sangat kuat
|
+ 0,50 − + 0,69
|
Hubungan positif yang mantap
|
+ 0,30 − + 0,49
|
Hubungan positif yang sedang
|
+ 0,10 − + 0,29
|
Hubungan positif yang tak berarti
|
0,0
|
Tidak ada hubungan
|
-0,01 − -0,09
|
Hubungan negatif tak berarti
|
-0,10 − -0,29
|
Hubungan negatif yang rendah
|
-0,30 − -0,49
|
Hubungan negatif yang sedang
|
-0,50 − -0,59
|
Hubungan negatif yang mantap
|
-0,70 − ke bawah
|
Hubungan negatif yang sangat kuat
|
Koefisien
determinasi (R2) atau R
Square digunakan untuk melihat berapa persen
dari variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen.
(Moh. Nazir, 2003 : 460)
Pengujian dilakukan dengan merumuskan hipotesis sebagai
berikut :
H0 = Tidak terdapat
pengaruh antara Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy
Ratio (CAR) terhadap Return on Assets (ROA)
Ha = Terdapat pengaruh
antara Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR)
terhadap Return on Assets (ROA)
Uji hipotesis yang digunakan oleh penulis ada dua macam,
yaitu uji F dan uji t.
1) Uji
F digunakan sebagai kelanjutan dari penggunaan analisis regresi berganda untuk
mengetahui seberapa besar Return on Assets (ROA) dipengaruhi oleh perubahan atau variasi dari Financing
to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Untuk menentukan hipotesis tersebut diterima
atau ditolak, penulis membandingkan antara F hitung dengan F tabel.
a)Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak.
b) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima.
2)
Uji t merupakan cara untuk mengetahui pengaruh Financing
to Deposit Ratio (FDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap
Return On Assets (ROA) secara independen atau
sendiri-sendiri. Untuk menentukan
hipotesis tersebut diterima atau ditolak, penulis membandingkan t hitung dengan
t tabel.
a)Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak.
b) Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima.
Pengujian dilakukan dengan tingkat signifikan pada level a = 0,01 dan menggunakan derajat kebebasan (df) = N-K-1.
Dengan ketentuan :
N adalah jumlah sampel
K adalah jumlah variabel ependenth
jumlah variabel ) = N-K-1 di manaindependen.
Untuk lebih memudahkan
dalam pengerjaan dan agar hasil yang diperoleh lebih akurat, maka dalam proses
analisis data, penulis menggunakan program SPSS
11.5 for window.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Alusi, Syihabuddin, Ruhul Ma’ani Fii Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim
Wa Sab’il Matsani, Jilid 1, Bairut-Libanon : Darul Fiqr, 1987.
Al-Bukhari, Al-Ilmu, Jilid 1, Beirut-Libanon : Al-Maktabah
As-Saqfiyah, t.t.
Amarah, Musthafa Muhammad, Mukhtashar Syarah Al-Jami' As-Shaghir
Lil Manaawi, Jilid 1, t.k. :Daaru Ihyaail Kutub Al-'Arabiyyah, 1954.
Al-Qur'an dan Terjemah, Jakarta
: Departemen Agama Republik Indonesia ,
2003.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Cetakan 3, Jakarta : Alvabet, 2005.
Ascarya dan Diana Yumanita, Bank Syariah : Gambaran Umum, Jakarta : Bank Indonesia ,
2005.
BI, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2005.
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Edisi 1,
Cetakan 1, Jakarta
: Kencana, 2005.
Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua Cetakan
Pertama, Bogor
: Ghalia Indonesia , 2005.
eknik Analisis Regresi dan
Korelasi.nkanustrasi. Perbankan Indonesia.
Firdaus, Rachmat, Manajemen Dana Bank, Edisi Pertama, Bandung : STIE INABA, 2001.
Hanbal, Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid 3,
Beirut-Libanon: Daarul Fiqr, t.t.
Harahap, Sofyan Syafri, Akuntansi Islam, Edisi 1 Cetakan 4, Jakarta : Bumi Aksara,
2004.
------------------------------, Analisis Kritis atas Laporan
Keuangan, Edisi 1, Cetakan 5, Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2005.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2000.
---------, Manajemen Perbankan, Edisi 1 Cetakan 5, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2004.
Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta
: UPP AMP YKPN, 2004.
--------------,
Manajemen Dana Bank Syariah, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Yogyakarta : Ekonisia, 2004.
--------------, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2005.
--------------, Pengantar Akuntansi Syariah, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat, 2002.
Muljono, Teguh Pudjo, Analisa Laporan Keuangan untuk Perbankan,
Edisi Revisi 4 Cetakan 6, Jakarta
: Djambatan, 1999.
Nazir, Moh, Metode Penelitian, Cetakan Kelima, Jakarta : Ghalia Indonesia , 2003.
Nur Indriartoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis,
Edisi Pertama, Yogyakarta : BPFE, 2002.
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 1, Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Riyanto, Bambang, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi
Keempat Cetakan Ketujuh, Yogyakarta : BPFE,
2001.
Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata
Hukum Perbankan Indonesia ,
Jakarta :
Grafiti, 1999.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi, Edisi 2, Yogyakarta : Ekonisia,
2003.
Sumitro, Warkum, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga
Terkait (BAMUI & Takaful) di Indonesia, Edisi 1 Cetakan 2, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 1997.
Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 7/53/DPbS, Jakarta
: BI, 2005.
Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/10/DPbS, Jakarta
: BI, 2006.
Triyuwono, Iwan dan Muhammad As’udi, Akuntansi Syariah :
Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Metafora Zakat, Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Empat, 2001.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Sekaran,
Uma, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Buku 1 dan 2, Edisi 4, Jakarta : Salemba Empat, 2006.
Syahatah, Husein, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, Jakarta : Akbar Media Eka
Sarana, 2001.
Langganan:
Postingan (Atom)